ZonaInfo.id, Namlea – Dua pimpinan dewan, M Rum Soplestuny dan Djalil Mukaddar memilih bungkam dari kejaran wartawan, menyusul semakin ramai gunjingan di masyarakat soal APBD-P Tahun 2021 yang tidak lagi dibahas di DPRD Kabupaten Buru.
Kepada wartawan yang mencegatnya usai rapat DPRD bersama eksekutif di Lantai II Gedung DPRD, Selasa sore (23/11/2021), Ketua DPRD M. Rum Soplestuny menjelaskan, kalau apa yang disampaikan Kepala Bappeda Kabupaten Buru, Najib Hentihu sudah tepat.
Karena itu, ia memandang tidak perlu menyampaikan lagi informasi perihal tersebut kepada wartawan.
Dikejar lagi dengan pertanyaan alasan dari eksekutif kepada pimpinan dewan, sehingga APBD-P Tahun 2021 tidak lagi perlu dibahas di DPRD, Soplestuny enggan menanggapinya.
Menghindari berpolemik, ia kembali menandaskan, kalau yang telah disampaikan Kepala Bappeda sehari sebelumnya kepada wartawan sudah sesuai.
Sikap tertutup juga diperlihatkan Wakil Ketua DPRD Buru asal PKB, Djalil Mukaddar dengan menghindari menjawab pertanyaan wartawan.
Sementara Ketua Fraksi Bupolo, Erwin Tanaya yang dicegat juga memilih tidak mau berkomentar.
Menurut Erwin masalah ini cukup urgen, namun saat dalam rapat ia meminta izin untuk membuka masalah APBD-P Tahun 2021 ini kepada wartawan, ia sempat ditegur oleh pimpinan dewan.
“Nanti saja dengan Pa Djalil.Nanti pimpinan dewan yang memberi keterangan kepada rekan-rekan wartawan,” jelas Erwin.
Beberapa anggota dewan juga memilih tidak bersuara sekalipun mewakili partainya menyoroti masalah APBD-P yang tidak dibahas di DPRD Buru.
Naldi Wali dari Gerindra, Solihin Buton dari PKS, John Lehalima dan Roby Nurlatu dari Partai Nasdem juga menolak berkomentar dan meminta agar ditanyakan langsung kepada pimpinan dewan.
Sementara itu, satu sumber dihubungi terpisah mengatakan, kalau DPRD Buru di periode ini terlalu bersikap lembek dengan eksekutif.
Dicontohkan soal honor PTT misalnya yang di tahun 2020 menghabiskan dana mencapai Rp.18 miliar lebih
Diduga kuat realisasi anggaran sesuai LKPJ Bupati mencapai 100 persen. Padahal hampir 50 persen tenaga honor PTT telah dirumahkan dan tidak terima upah kerja.
“Teman teman di DPRD tahu itu, tapi tidak ada yang berani bersuara,” beber sumber ini.
Lebih lanjut diungkapkan, soal masalah uang makan minum di Sekretariat DPRD yang pernah diungkap John Lehalima senilai Rp.2 miliar lebih, kini juga tidak lagi ada kabar beritanya karena tidak lagi 25 wakil rakyat yang mengutak-atik masalah tersebut.
Kini Polres Pulau Buru tengah mengusut LKPP kasus uang makan minum di Sekretariat DPRD Buru ini.
Dilaporkan sejumlah orang telah diperiksa di Polres, termasuk pegawai Satpol PP yang bertugas di kantor DPRD dan rumah dinas para pimpinan dewan.
Seperti diberitakan sebelumnya, alasan waktu yang tidak memungkinkan, Anggaran Belanja Pendapatan Daerah Perubahan (APBD-P) Tahun Anggaran 2021 dipastikan tidak lagi dibahas di DPRD Kabupaten Buru.
Hal itu terungkap saat wartawan mengkonfirmasi masalah keterlambatan pembahasan Rancangan APBD-P Tahun 2021 yang hingga Senin (22/11/2021) dokumennya tidak pernah dikirim Pemerintah Kabupaten Buru ke DPRD.
Kepala Bappeda Kabupaten Buru, Najib Hentihu dan Kadis PPKAD, Moh. Hurry yang dicegat sore tadi, membenarkan APBD-P Tahun 2021 sudah tidak lagi dibahas di DPRD.
Penjelasan kedua petinggi OPD di Pemkab Buru ini turut menguatkan informasi yang diperoleh dari kalangan DPRD Buru, kalau Bupati Ramly Umasugi bersama tim anggaran eksekutif enggan membahasnya bersama legislatif.
Beberapa sumber di DPRD Buru mengungkapkan, bulan September lalu merupakan bulan terakhir masa tenggat yang diberikan oleh Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan pembahasan APBD-P 2021.
Untuk itu, DPRD Buru melalui pimpinan telah dua kali menyurati Bupati. Namun tidak direspon oleh orang nomor satu ini.
Najib Hentihu yang dihubungi tidak menyangkal kalau tidak lagi ada pembahasan Rancangan APBD-P Tahun 2021 bersama DPRD Buru.
Ditanya alasannya sampai tidak lagi ada pembahasan bersama DPRD, Najib menjelaskan, kalau hal itu dibolehkan dan diatur dalam aturan. Lalu dicontohkan, misalnya dalam keadaan mendesak atau bencana.
Sedangkan Moh. Hurry yang ditanya terpisah menjelaskan, aturan membolehkan apabila Rancangan APBD-P terlambat dibahas di DPRD maka Bupati dapat menerbitkan SK Kepala Daerah tentang APBD-P.
Dengan ketentuan APBD-P itu hanya memuat kegiatan yang mendesak, termasuk hutang-hutang Pemda yang harus diselesaikan.
Diminta ketegasannya lagi soal tidak ada pembahasan bersama di DPRD, ditegaskan bahwa aturan memungkinkan dan secara segulasi dibolehkan.
“Kita sudah terlambat karena seharusnya paling lambat 30 September lalu sudah selesai dibahas di DPRD. Dan ini kita sudah laporkan ke Pemerintah Propinsi Maluku,” ucap Hurry.
Ditanya alasan sampai keterlambatan dibahas di DPRD, Hurry hanya menyebutkan karena ada kesibukan agenda-agenda yang lain dan juga terkait dengan Covid-19.
“Intinya APBD Perubahan tidak wajib dibahas di DPRD karena APBN tahun 2020 juga tidak ada perubahan,” ujarnya. (ZI-18)