ZonaInfo.id, Ambon – Komisi IV DPRD Provinsi Maluku akan berkoordinasi dengan Fraksi PDI Perjuangan, Komisi I dan Ketua DPRD Provinsi Maluku untuk memanggil Badan Kesbangpol menyusul bau tak sedap dalam seleksi Paskibraka.
Diduga ada Kolusi, Nepotisme dan Diskriminasi terhadap siswa Kelas 10 SMA Negeri 3 Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Kristina Lumatalale dalam seleksi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Tahun 2024 tingkat Nasional yang dilakukan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Maluku.
“Penjabat Gubernur Maluku harus serius melihat ini dan evaluasi semua prosesnya, kenapa bisa terjadi seperti begitu? yang rangking tertinggi dieliminir dengan alasan mengada-ngada,” tandas Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapary, Senin (10/6/2024).
Atapary sangat kecewa dengan kebijakan Penjabat Gubernur Maluku atas seleksi Paskibraka tingkat provinsi.
“Saya akan koordinasi dengan Anggota Fraksi PDI Perjuangan yang ada di Komisi I sehingga bisa berkoordinasi di tingkat Komisi untuk mengundang Kepala Kesbangpol untuk mempertanyakan hal tersebut. Ini ada indikasi permainan kotor Kesbangpol Provinsi terhadap siswa terpilih Paskibraka Tingkat Nasional Tahun 2024,” ujarnya.
Kristina Lumatalale sebelumnya dinyatakan lulus seleksi tingkat kabupaten hingga provinsi.
Ia menjadi salah satu dari empat peserta yang akan diberangkatkan pada tanggal 9 Juni 2024 untuk mengikuti seleksi anggota Paskibra tingkat nasional mewakili Provinsi Maluku, namun mendadak digantikan tanpa pemberitahuan resmi.
Kristina bersama tiga siswa lainnya dikirim dari Kabupaten SBB untuk mengikuti seleksi di tingkat provinsi. Mereka menjalani berbagai tahap seleksi dari Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) hingga wawancara akhir, dan saya lulus dengan nilai tinggi.
Kristina memperoleh nilai TWK 75, nilai Tes Intelegensi Umum (TIU) 90, dan nilai wawancara 96, menjadikannya salah satu peserta terbaik.
Pada malam pengumuman, Kristina bersama Riska Dwi Latuconsina, Cleo Fadli Ririhena, dan Aril Lestaluhu diumumkan sebagai peserta yang lolos seleksi tingkat provinsi dan akan melanjutkan seleksi ke tingkat pusat.
Keesokan harinya, mereka diarahkan untuk melakukan medical check up di RS Dr. Haulussy. Namun mereka mendapati hasil medis yang dinilai tidak transparan.
Bahkan Kristina, mendapatkan informasi kejanggalan hasil medis bukan dari pihak Kesbangpol maupun Kesehatan, melainkan dari salah satu temannya yang juga sempat turut diberangkatkan dari SBB namun tidak lolos seleksi tingkat provinsi.
Informasi yang didapatkan itu menyatakan bahwa hasil medical check up dirinya kekurangan HB dan bahkan sering pingsan saat mengikuti seleksi.
Hal itu membuat Kristina bingung, karena ia merasa tidak pernah mengalami hal itu selama proses seleksi, dari tingkat kabupaten hingga provinsi. (ZI-21)