
Optimisme Pendidikan ke Depan
Oleh: Hendarman, Ketua Dewan Pakar Jabatan Fungsional Analis Kebijakan INAKI, Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memiliki komitmen untuk memastikan layanan pendidikan yang lebih merata, inklusif, dan bermutu bagi seluruh anak Indonesia. Komitmen tersebut didukung dengan anggaran sebesar Rp 181,72 triliun pada tahun anggaran 2025. Sepanjang periode Oktober 2024 hingga Oktober 2025 kementerian ini telah menunjukkan pencapaian signifikan melalui implementasi program prioritas Pendidikan Bermutu Untuk Semua.
Capaian tersebut tampaknya bukan sekadar angka statistik sebagaimana yang umumnya dilaporkan di periode pemerintahan sebelumnya sebagai indikator. Capaian sekarang cenderung juga dapat langsung dirasakan masyarakat. Yang dapat dirasakan tersebut termasuk menggerakkan ekonomi daerah, menutup kesenjangan pembelajaran, penyampaian tunjangan yang lebih cepat, dan peluang untuk mendapatkan kesempatan belajar tanpa terkecuali bagi anak-anak Indonesia. Menarik apabila memang benar indikator capaian tersebut dapat dirasakan langsung masyarakat. Mengapa? Ini secara tidak langsung juga akan menggiring kepada munculnya optimisme pendidikan ke masa depan. Apabila ini terjadi, dapat diharapkan bahwa Indonesia tidak lagi menjadi negara dengan peringkat rendah dalam kaitan sistem pendidikan terbaik di dunia.
Peringkat Negara dengan Sistem Pendidikan Terbaik World Population Review (WPR) membuat peringkat negara dengan sistem pendidikan terbaik dengan mengompilasi Laporan Negara Terbaik Tahunan Dunia yang dilakukan US News and World Report, BAV Group dan Wharton School of the University of Pennsylvania. Laporan tersebut mensurvei ribuan orang di 78 negara, kemudian memeringkat negara-negara tersebut berdasarkan tanggapan survei. Juga ada laporan UN News Best Countries dan yayasan nonprofit World Top 20. Masing-masing laporan menyediakan satu bagian khusus untuk pendidikan. World Population Review memeringkat 208 negara-negara di dunia, namun peringkatnya hanya sampai 203.
Menurut World Population Review (WPR), Indonesia berada di peringkat dunia 67 dengan tingkat literasi 96%. Untuk peringkat di Asia Tenggara, Indonesia berada di peringkat 4. Peringkat sistem pendidikan terbaik negara di Asia Tenggara berdasarkan WPR adalah Singapura (11), Brunei (47), Vietnam (53), Indonesia (67), Timor Leste (69), Filipina (71), Malaysia (89), Laos (102), Thailand (107), Myanmar (109), dan Kamboja (120).
Indikator Optimisme
Indikator optimisme utama terkait dengan revitalisasi satuan pendidikan dari PAUD sampai SMA/SMK dan SLB. Program dengan anggaran Rp16,97 triliun berhasil melampaui target, yaitu dari target 10.440 dapat dialokasikan untuk 15.523 satuan pendidikan. Dalam lingkup Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah target awal sasaran penerima manfaat program hanya sebanyak 9.429 sekolah, terdiri atas 1.241 PAUD, 4.053 SD, 2.753 SMP, dan 1.382 SMA. Namun, jumlah tersebut telah dioptimalkan menjadi 16.170 sekolah.
Pencapaian juga tercatat di lingkup Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK) yaitu mengalami kenaikan sekitar 100 persen dari target awal yaitu 982 satuan pendidikan menjadi 1.943 satuan pendidikan. Adapun total anggaran untuk program ini mencapai Rp3,1 triliun dengan progres pembangunan keseluruhan per September 2025 telah mencapai sekitar 60 persen.
Selain berdampak pada peningkatan mutu pendidikan, Kemendikdasmen juga terus memastikan program ini berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat. Dengan prinsip swakelola, penggunaan bahan baku bangunan hingga pekerja lokal yang terlibat dalam program ini telah memberikan dampak positif pagi perekonomian masyarakat. Salah satu terkait revitalisasi SLB negeri di Sulawesi Selatan. Testimoni salah seorang yang bekerja selama hampir dua bulan, upah yang diterimanya dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar keperluan sekolah anaknya, tanpa ia harus merantau jauh.
Di samping revitalisasi satuan pendidikan, indikator optimisme lain terkait dengan digitalisasi pendidikan. Program ini telah ditetapkan dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2025. Regulasi ini memfasilitasi akses pembelajaran digital bagi lebih dari 285.000 sekolah pada jenjang PAUD hingga SKB. Digitalisasi pendidikan ini diharapkan mampu mendorong motivasi belajar, mempermudah pemahaman materi, meningkatkan keterampilan digital, serta mengurangi learning loss dan ketertinggalan literasi maupun numerasi.
Indikator optimisme lain adanya keputusan pemerintah terkait program peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru dengan alokasi anggaran Rp13,2 triliun. Pertama, Tunjangan Profesi bagi guru non-ASN sebesar Rp2 juta per orang untuk untuk lebih dari 785 ribu guru. Kedua, bantuan subsidi upah (BSU) yang masing-masing Rp300 ribu bagi 253 ribu guru PAUD nonformal non-ASN. Ketiga, fasilitasi pengembangan karier S1/D4 yang menjangkau 16.197 guru dan sertifikasi Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi 804 ribu. Keempat, insentif guru non-ASN yang masing-masing Rp300 ribu per bulan, mulai Juni 2025 diberikan selama 7 bulan yang disalurkan mulai Agustus-September 2025.
Indikator optimisme pendidikan lain terkait dengan penguatan pendidikan karakter yaitu Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (G7KAIH). Program ini mendorong lahirnya kebiasaan-kebiasaan yang bertujuan untuk menguatkan pribadi dan karakter positif bagi anak-anak Indonesia. G7KAIH itu meliputi bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat. Program ini sudah menjadi suatu kegiatan yang tertata pada setiap satuan pendidikan di Indonesia.
Memastikan Keberlanjutan
Keberlanjutan kebijakan yang diterapkan menjadi menarik dan kaya akan pembahasan karena merupakan isu yang berdampak secara global dan dapat dibahas melalui berbagai sisi. Aspek sosial, ekonomi, hingga geopolitik dapat menjadi pokok bahasan dalam kajian mengenai keberlanjutan sebuah kebijakan. Keberlanjutan kebijakan harus mempertimbangkan berbagai aspek termasuk aspek manajerial. Aspek ini memiliki karakteristik berbeda antara sektor publik dan sektor privat. Pada lingkup sektor publik. dimungkinkan adanya perbedaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Salah satu yang perlu dipastikan adalah keterlibatan berbagai pemangku kepentingan. Ini menjadi sebuah prinsip yang tidak dapat dihindari dalam setiap kebijakan. Keterlibatan tersebut merupakan bentuk sinergi dalam implementasi kebijakan untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat bekerja bersama menuju tujuan yang sama. Ini dapat mencegah tumpang tindih, konflik, dan pemborosan sumber daya. Di samping itu sinergi tersebut dalam mendorong implemenasi kebijakan secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Menarik bahwa Kemendikdasmen menggunakan konsep “partisipasi semesta”. Konsep ini mengacu pada keterlibatan dan kolaborasi seluruh elemen masyarakat untuk mencapai tujuan bersama, terutama dalam konteks pendidikan berkualitas untuk semua. Dalam implementasinya Kemendikdasmen mensinergikan catur pusat pendidikan yang meliputi sekolah, orang tua/keluarga, masyarakat, dan media. (*)
Sumber: sindonews.com
