Lintas Daerah

KPU dan Bawaslu Tegaskan Informasi Kapolres Buru Bawa Paksa Kotak Suara Hoax

ZonaInfo.id, Namlea – Pihak KPU dan Bawaslu menegaskan informasi soal Kapolres Buru, Sulastri Sukijang membawa paksa kotak suara dari PPK Waelata ke kantor KPU Buru di Namlea adalah hoax dan hanya fitnah.

Ketua KPU Kabupaten Buru, Walid Aziz kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (6/12/2024), mengatakan, kotak suara dibawa dari PPK Waelata ke Namlea, karena rekapitulasi penghitung suara sudah selesai.

Walid menjelaskan, pada Senin 2 Desember lalu, sekitar pukul 20.00 WIT, ketua PPK Waelata mengabarinya kalau pleno sudah selesai.

Selanjutnya, Ketua PPK Waelata meminta agar KPU mengirim mobil untuk pergeseran logistik pilkada dari PPK Waelata ke KPU di Namlea, ibukota Kabupaten Buru. “Dia sampaikan ke saya untuk siapkan mobil,”ujar Walid.

Namun setelah mobil dikirim dari Namlea menuju Waelo, Kecamatan Waelata, situasi di sana sedang memanas, sehingga sopir menghentikan mobilnya di Unit 11 dan tidak berani lagi ke Waelo.

Walid kemudian menghubungi Ketua Bawaslu Kabupaten Buru, Fathi Haris Thalib guna berdiskusi soal situasi yang memanas di sekitar lokasi pleno PPK Waelata.

“Setelah itu kita hubungi ibu kapolres untuk melaksanakan pengamanan, karena masa sudah menghalangi jalan untuk pergeseran logistik ke Namlea,”jelas Walid.

Ketika situasi tidak kondusif, Walid yang meminta bantuan kepada Kapolres agar logistik pilkada diangkut dengan menggunakan truk milik polisi yang saat itu berada paling dekat dengan lokasi pleno PPK.

“Setelah itu mobil yang KPU sediakan langsung disuruh balik pulang ke Namlea. Jadi kalau ada yang katakan  ibu Kapolres langsung dengan paksa mengangkut logistik, maka itu tidak benar,” tandas Walid.

Sementara itu, satu anggota DPRD Buru, Zainal Muhammad Ali yang menjadi saksi salah satu paslon di PPK Waelata dihubungi terpisah menceritakan, saat itu rekapitulasi perhitungan suara sudah selesai di semua TPS dan masuk pada pencocokan data untuk mengisi data pada C hasil.

Saat itu, terjadi polemik akibat ada komplain dari saksi nomor 4 (AMANAH), bahwa jangan mengisi data dahulu di TPS 2 Desa Debowae, karena mereka ada ajukan keberatan melaporkan ke pihak yang berwenang (Bawaslu/Gakumdu).

Sedangkan saksi yang lain protes seraya meminta pleno harus terus berlanjut. Harus pengisian dan tetap datanya harus diisi, dan kalau nanti keberatan ke Bawaslu keputusannya seperti apa nanti diikuti saja.

“Sudah pengisian data, tinggal para saksi membubuhi tanda tangan,” jelas Zainal.

Namun menjelang magrib, situasi di luar lokasi pleno PPK sudah tidak kondusif. Ada teriakan meminta ketua PPK dan ketua Panwascam untuk keluar.

“Situasi semakin ramai di luar, kita saksi tetap di dalam tidak berani keluar. Kita terancam juga keselamatannya, sehingga mau keluar makan saja kita takut. Nanti tengah malam ada suplai makanan baru kita bisa makan,” cerita Zaenal.

“Situasi itu memang mencekam, bahkan ada yang lempar batu dan terserempet petugas dan itu membuat kita tambah panik,” tambahkan dia.

Saksi mengetahui, sekitar Jam 01.00 WIT rombongan  Kapolres tiba di  PPK Waelata.  Setelah itu logistik pilkada baru dapat digeser dari PPK menuju Namlea dengan kendaraan milik polisi.

“Menurut saya kehadiran Kapolres dan rombongan bukan intervensi tapi langkah pengamanan. Selama pleno yang berlangsung beberapa hari di Waelata, ibu Kapolres selalu datang untuk memantau situasi keamanan,” ujar Zaenal.

Lantas, apa yang terjadi di TPS 2 Desa Debowae?, wartawan mendapatkan kesaksian ekslusif dari Ketua TPS ,  Ibu Mahmuda.

Menurut Mahmuda, masalah ini sudah clear saat pleno rekapitulasi PPK Waelata. Tapi ada yang terus memaksa kehendak untuk membuka kotak suara yang seharusnya tidak perlu dilakukan.

Kejadian itu berawal saat pemilihan di TPS 2 Desa Debowae tanggal 27 November lalu, ada dua warga pasangan suami-istri pemegang KTP Namlea mencoblos di Desa Waelata menggunakan DPTB.

Suami istri ini mencoblos di TPS 2 pada siang hari di enjuri time. Dan pada saat itu tidak ada satupun yang berkeberatan saat di sore hari ketika penghitungan suara di TPS telah selesai.

Namun kemudian terungkap kalau pasangan suami istri pemegang DPTB itu harusnya mencoblos di TPS 1. Tapi keduanya tidak ke TPS 1 dan mencoblos di TPS 2.

Setelah kejadian itu, PPS mendatangi kedua pasangan suami istri ini guna bertanya alasan mencoblos di TPS 2 dan diperoleh jawaban kalau mereka tidak tahu lokasi TPS 1.

“Beliau cuma tahu TPS hanya di Balai Desa dan jarak tempuh dari rumahnya ke balai desa juga lebih dekat. Gitu saja sih dan beliau datangnya juga sudah siang,” ungkap Mahmuda.

Ketua Bawaslu Ikut Bersuara

Ketua Bawaslu Kabupaten Buru, Fathi Haris Thalib ikut merespon tuduhan miring kepada Kapolres Buru AKBP Sulastri Sukijang.

“Tuduhan atau fitnahan terhadap Kapolres Buru berkaitan dengan kejadian pergeseran logistik yang mengesankan seakan-akan itu dibawa kabur atau diintervensi oleh ibu Kapolres adalah tidak benar,” tandas Fathi Haris Thalib dalam video singkat berdurasi 1 menit 31 detik yang diterima media ini, Jumat (6/12/2024).

Yang sebenarnya, tegas Fathi Haris Thalib, tindakan kepolisian saat itu adalah pengamanan atas permintaan dari penyelenggara KPU .

Fathi menjelaskan, kalau waktu itu ia dengan Ketua KPU berkoordinasi dalam menyikapi situasi yang berkembang di Desa Waelo, Kecamatan Waelata, karena saat itu tidak kondusif.

Sehingga mereka membutuhkan pengamanan kotak suara dan perlu dilakukan pergeseran setelah selesai dilakukan rekapitulasi di PPK Waelata.

“Jadi bersama dukungan dari pak Dandim juga, alhamdulillah kotak suara itu dapat digeser, sehingga hal-hal yang kami khawatirkan itu tidak terjadi,” ungkap Fathi.

“Sekali lagi kami apresiasi kepada ibu Kapolres maupun pak Dandim, terima kasih atas kerjasamanya yang selalu memback up penyelenggara dalam hal ini KPU maupun Bawaslu, sehingga sukses menyelenggarakan pelaksanaan pilkada secara demokratis,” tandas Fathi. (ZI-18)