Lintas Daerah

Asrul Pical Bantah Sebut Polda Terima Jatah dari Rendaman Emas di GB, Ngaku Salah Ucap

ZonaInfo.id, Namlea – Guru di Teluk Kayeli, Asrul Pical membantah keras kalau ada menyebut Polda merima jatah dari bak rendaman emas ilegal di Gunung Botak (GB), Kabupaten Buru.

Menghubungi wartawan media ini, Senin (4/7/2022) lewat pesan WhatsApp, Asrul Pical mengakui rekaman percakapan dua arah yang kini beredar luas di WhatsApp itu terjadi antara dirinya dengan seorang pekerja tambang emas ilegal bernama Cak Min dan sengaja direkam oleh orang yang diketahuinya bernama Ari.

Dalam rekaman percakapan itu, Asrul Pical meminta upeti Rp.2 juta dari bak rendaman emas yang menggunakan pula Bahan Beracun Berbahaya (B3) seperti asam cianida dan kotiks.

Namun Cak Min menolak membayarnya dan menjelaskan sudah menyetor Rp.3 juta ke orang lain bernama Fikri sebagai pemilik patok, sehingga kalau membayar sesuai yang diminta Asrul, maka ia akan merugi.

“Dalam isi rekaman itu seng (tidak) ada penyebutan nama institusi. Itu beta sebut punda bukan polda. Maksud punda itu bunda, cuma beta salah ucap,” luruskan Asrul Pical.

Asrul Pical mengaku, pasca rekaman itu beredar luas,  tagihan uang dari bak rendaman sudah tidak jalan.

Awalnya, niat melakukan pungutan dari bak rendaman itu untuk diberikan Asrul Pical kepada para tokoh agama di Kayeli. Namun buyar pasca rekaman percakapan itu beredar luas.

Kini lanjut dia, bosnya yang menggarap rendaman di GB diminta bantuan untuk membuka dua bak rendaman dan keuntungannya disisihkan untuk diberikan kepada tokoh agama di Kayeli.

Untuk membuktikan penjelasannya itu, Asrul mengirim satu buah foto saat itu menyerahkan segepok rupiah berwarna merah kepada seseorang tokoh di Kayeli. Ia meminta agar foto itu tidak dipublikasi.

Disadarinya bahwa tambang di GB ini masih ilegal. Tambang itu hanya memperkaya orang dari bos-bos tambang luar, sedangkan tokoh di negeri Kayeli tidak diperhatikan.

“Lalu apakah salah beta dengan Abang Alham Bihuku dan raja dengan hati yang tulus ingin menerapkan satu aturan di areal negeri sebagai upeti yang katong (kita) berikan kepada tokoh agama Kayeli sebagai rasa peduli katong par (untuk) dong (mereka),”gugah Asrul Pical.

“Selama tambang ini jalan secara ilegal katong pung tokoh agama  di Kayeli mau isap rokok (merokok) saja setengah mati. Sementara hasil dia atas ratusan juta yang masuk untuk bos dari luar. Sementara katong cuma hanya minta sedikit rezeki/upeti par lia katong pung tokoh agama saja jadi masalah,” soalkan dia.

Sementara itu, hasil pantauan di GB sampai hari ini, aktivitas tambang ilegal masih terus berlangsung.

Pasca diimbau Penjabat Bupati Buru, Djalaludin Salampessy pada Jumat lalu agar menghentikan penambangan emas ilegal di GB dan Gogorea, tidak ada satupun yang mengubris imbauan ini.

Aktivitas pengolahan pengolahan emas dengan B3 terus kian marak dengan semakin menjamurnya bak-bak rendaman di GB.

Beberapa sumber terpercaya menyebut, rendaman kian marak, karena ada bekingan dari sejumlah orang yang pasang badan sebagai pemilik dari bos-bos yang mengelola rendaman ini.

Setiap kali toyong atau ambil hasil, dikabarkan oknum-oknum bekingan ini mendapat angpao sebesar Rp.2,5 juta per bak.

“Satu orang dijatah satu bak, termasuk dijatah kepada oknum yang mengaku-ngaku wartawan,” beber sumber ini. (ZI-18)