Opini

Efisiensi Anggaran

Oleh: Candra Fajri Ananda, Staf khusus Menkeu

PADA 22 Januari 2025, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang berfokus pada efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Tahun Anggaran 2025.

Inpres ini menginstruksikan para Menteri Kabinet, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, hingga Gubernur, Bupati, dan Wali Kota untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam mengelola anggaran secara efisien. Salah satu target utama adalah mencapai efisiensi anggaran sebesar Rp306,69 triliun, yang terdiri atas Rp256,1 triliun dari anggaran kementerian/lembaga dan Rp50,59 triliun dari transfer ke daerah. Langkah ini mencakup pengurangan belanja non-prioritas, seperti perjalanan dinas dan seremonial, hingga 50%.

Melalui kebijakan tersebut, alokasi dana diarahkan untuk lebih fokus pada sektor-sektor yang berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat serta pembangunan ekonomi nasional. Efisiensi anggaran menjadi esensial dalam memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan memberikan manfaat optimal.

Dalam perspektif ekonomi, efisiensi berarti penggunaan sumber daya yang menghasilkan output maksimal dengan input minimal. Konsep ini sejalan dengan teori efisiensi alokatif, di mana anggaran harus dialokasikan ke program yang memiliki dampak paling signifikan terhadap pembangunan. Artinya, efisiensi dalam pengelolaan fiskal tidak hanya bertujuan mengurangi pemborosan, tetapi juga memastikan bahwa setiap pengeluaran negara menghasilkan multiplier effect yang maksimal bagi masyarakat. Oleh sebab itu, pengendalian belanja negara melalui Inpres No. 1/2025 menjadi bagian dari strategi besar dalam menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan negara.

Menyeimbangkan Peningkatan Pendapatan dan Belanja Negara Efisiensi anggaran menjadi isu utama dalam pengelolaan keuangan negara, terutama di tengah kebutuhan untuk meningkatkan penerimaan negara, memenuhi janji kampanye melalui belanja yang lebih besar, serta tetap menjaga defisit anggaran dalam batas yang wajar.

Dalam konteks Indonesia, ketiga aspek ini harus dikelola secara seimbang agar perekonomian tetap stabil dan berkelanjutan. Pada tahun 2024, Indonesia berhasil mencatatkan pendapatan negara sebesar Rp2.842,5 triliun, melebihi target yang ditetapkan dan tumbuh 2,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Akan tetapi, sejalan dengan peningkatan pendapatan, belanja negara pun mengalami kenaikan signifikan. Realisasi belanja negara mencapai Rp3.350,3 triliun di tahun 2024, meningkat 7,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Alhasil, peningkatan belanja negara yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pendapatan menyebabkan defisit anggaran.

Pada tahun 2024, defisit APBN tercatat sebesar Rp507,8 triliun atau setara 2,29% dari PDB. Adapun angka tersebut masih berada di bawah batas maksimal 3% yang ditetapkan oleh undang-undang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun belanja meningkat untuk memenuhi kebutuhan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, pemerintah tetap harus menjaga disiplin fiskal.

Pada tahun 2025, pemerintah Indonesia kembali berkomitmen untuk meningkatkan pendapatan negara guna menopang kenaikan belanja yang difokuskan pada realisasi janji kampanye Presiden Prabowo Subianto. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, target pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp3.005,1 triliun, meningkat dari Rp2.996,9 triliun pada tahun sebelumnya. Peningkatan ini diharapkan mampu mendukung implementasi berbagai program prioritas yang telah dirancang.

Salah satu program unggulan yang menjadi perhatian utama adalah penyediaan makanan gratis bagi masyarakat. Guna mendukung program tersebut, alokasi anggaran pun meningkat menjadi Rp171 triliun, dengan target menjangkau sekitar 83 juta penerima manfaat hingga akhir 2025.

Saat ini, demi menjaga kesehatan fiskal, salah satu upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan menargetkan efisiensi anggaran sebesar Rp306,69 triliun pada tahun 2025, dengan penghematan Rp256,1 triliun dari anggaran kementerian/lembaga serta Rp50,59 triliun dari transfer ke daerah. Kebijakan ini dirancang untuk memastikan penggunaan anggaran yang lebih optimal, sehingga belanja negara dapat difokuskan pada program strategis yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat dan pembangunan nasional. Melalui kombinasi strategi peningkatan pendapatan yang efektif serta efisiensi anggaran yang terukur, pemerintah berupaya menjaga defisit anggaran tetap terkendali pada tingkat aman, yakni 2,53% dari PDB, sebagaimana ditetapkan dalam APBN 2025.

Langkah tersebut diharapkan tidak hanya memperkuat disiplin fiskal, tetapi juga menjamin bahwa setiap alokasi dana publik memberikan manfaat optimal bagi pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, serta kesejahteraan sosial secara berkelanjutan.

Perlu dicatat bahwa efisiensi anggaran pun harus disertai dengan reformasi struktural yang mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Investasi di sektor pendidikan, riset dan inovasi, serta industri berbasis teknologi menjadi kunci dalam menciptakan sumber pendapatan baru bagi negara, sehingga tekanan terhadap defisit anggaran dapat diminimalkan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran juga menjadi faktor penting, di mana pengawasan yang lebih ketat serta partisipasi publik dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap tata kelola keuangan negara.

Melalui manajemen pendapatan dan belanja yang bijaksana serta disiplin fiskal yang kuat, efisiensi anggaran yang optimal dapat dicapai. Efisiensi Anggaran untuk Pertumbuhan dan Kesejahteraan Efisiensi anggaran bukan sekadar penghematan, tetapi juga strategi untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Melalui alokasi sumber daya yang optimal, pemerintah dapat meningkatkan efektivitas belanja publik tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi. Misalnya, melalui penganggaran berbasis kinerja, belanja negara dapat difokuskan pada sektor-sektor produktif yang memiliki multiplier effect tinggi, seperti infrastruktur, pendidikan, dan industri kreatif. Dengan pendekatan ini, efisiensi anggaran tetap dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta meningkatkan daya saing nasional.

Selain mendukung pertumbuhan, efisiensi anggaran juga harus dapat berperan dalam penciptaan lapangan kerja. Pemerintah dapat menekan belanja yang kurang produktif dan mengalihkan dana ke program-program yang secara langsung membuka peluang kerja, seperti proyek infrastruktur padat karya dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Kebijakan ini tidak hanya meningkatkan penyerapan tenaga kerja, tetapi juga memperkuat perekonomian masyarakat dari tingkat akar rumput. Dengan demikian, efisiensi anggaran dapat menjadi alat strategis untuk mengurangi tingkat pengangguran sekaligus meningkatkan kesejahteraan sosial.

Lebih jauh, efisiensi anggaran harus diiringi dengan perbaikan layanan publik yang mencakup distribusi, akses, dan pemerataan. Optimalisasi belanja di sektor kesehatan dan pendidikan, misalnya, dapat meningkatkan kualitas layanan sekaligus memperluas jangkauan ke seluruh lapisan masyarakat, terutama di daerah terpencil.

Pemerintah juga perlu memastikan bahwa distribusi anggaran dilakukan secara adil dan transparan agar setiap daerah mendapatkan manfaat yang setara. Dengan demikian, efisiensi anggaran bukan hanya tentang pengendalian pengeluaran, tetapi juga tentang peningkatan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan melalui pelayanan publik yang lebih baik dan merata. Semoga. (*)

Sumber: Sindonews.com

 

Tinggalkan Balasan