Pilihan Redaksi

Menuju Satu Abad GPM, Bukan Sekedar Hitungan Waktu

ZonaInfo.id, Ambon – Perjalanan menuju Satu Abad Gereja Protestan Maluku (GPM) di tahun 2035 bukan sekadar hitungan waktu, tetapi jejak kesetiaan dan ketaatan terhadap panggilan Ilahi.

“Keteguhan Gereja Protestan Maluku lahir bukan hanya dari kekuatan manusia, melainkan karena anugerah Allah yang memperlengkapi gereja dengan hikmat dan kasih untuk terus berdampak di tengah masyarakat,” ujar Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia, Jeane Marie Tulung dalam sambutannya pada pembukaan Sidang Sinode ke-39 Gereja Protestan Maluku (GPM), Minggu (19/10/2025), di Gedung Gereja Maranatha.

Tulung mengatakan tema Sidang kali ini yakni, “Anugerah Allah Melengkapi dan Meneguhkan Gereja Menuju Satu Abad”, tema ini mencerminkan perjalanan panjang GPM dalam menghadirkan kasih, keadilan, dan kemanusiaan di tengah masyarakat Maluku yang majemuk.

Ia menjelaskan, pelayanan gereja yang berakar dalam kasih harus terus menjadi kekuatan moral yang nyata, di tengah bangsa yang sedang berjuang menghadirkan kesejahteraan dan keadilan.

Pelayanan yang berakar dalam kasih berarti pelayanan yang melampaul sekat-sekat Identitas, suku, agama, ras, dan golongan. Gereja diharapkan menjadi rumah bersama bagi seluruh anak bangsa, membangun jejaring lintas iman dan budaya dialog.

Menurut Tulung, pentingnya “kurikulum cinta”, sebagai respons terhadap maraknya kebencian, intoleransi, dan kekerasan. Semua agama memiliki misi utama yang sama: menghadirkan kasih, damai, dan kemanusiaan.

“Agama tidak boleh digunakan sebagai alat untuk menakuti, mengancam, atau memusuhi. Semua agama menekankan kasih sebagai inti ajarannya,” tandasnya.

Ia mengajak GPM untuk terus hadir secara relevan dan adaptif, menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan semangat pelayanan kasih. GPM telah menjadi mitra strategis Pemerintah, dalam memperkuat kehidupan beragama dan kebangsaan.

“Gereja, Masjid, Vihara, Pura, dan Klenteng adalah ruang pembentukan karakter kebangsaan. Di sana kita belajar menghargai perbedaan, menumbuhkan solidaritas, dan merawat bumi yang dianugerahkan Tuhan bagi seluruh umat manusia,” ujarnya.

Tulung mengharapkan, Sidang ke-39 Sinode GPM menjadi ruang refleksi dan pembaruan iman bagi seluruh peserta.

“Menjelang usia satu abad, Gereja Protestan Maluku bukan hanya sedang mengenang masa lalu, tetapi menulis babak baru sejarah pelayanan dengan kematangan iman, kearifan sosial, dan komitmen kebangsaan. Dengan penuh sukacita, saya menyampaikan selamat bersidang kepada seluruh peserta, seraya berharap seluruh proses sidang berlangsung dalam bimbingan kasih dan hikmat Tuhan,” tandasnya.

Pembukaan Sidang Sinode ke-39 diawali dengan Ibadah Minggu Pagi pukul 09.00 WIT, yang dipimpin Pdt. Jacklevyn F. Manuputty, Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).

Dalam khotbahnya dari pembacaan Alkitab  1 Petrus 5:10-11, Manuputty mengajak jemaat untuk melihat perjalanan panjang GPM selama 90 tahun bukan sekadar dari sisi usia kronologis, tetapi sebagai proses pendewasaan iman yang dibentuk melalui penderitaan, pergumulan, dan kasih karunia Allah.

“Petrus tidak menghindari penderitaan, tetapi merengkuhnya. Ia tidak menghapus luka, tetapi menjanjikan pemulihan. Karena di balik penderitaan yang sejenak itu, ada tangan Allah yang bekerja melengkapi, meneguhkan, menguatkan, dan mengokohkan,” tuturnya.

Ia mengatakan, perjalanan GPM seperti tanah liat yang diremas, dibentuk, dan dipulihkan menjadi bejana kemuliaan Allah.

“Tidak ada penderitaan yang terlalu dalam sehingga anugerah Allah tidak dapat menjangkaunya. Anugerah Allah seperti air yang menyusup ke celah luka, mengisi kekosongan, memulihkan, dan menyalakan harapan,” ujarnya.

Manuputty mengungkapkan GPM sebagai gereja penyintas yang telah melalui banyak badai kehidupan. GPM tetap berdiri, bukan sebagai korban, tetapi sebagai penyintas. Ia memberi kesaksian bahwa anugerah Allah lebih kuat dari luka, bahwa kemuliaan Kristus lebih nyata dari gelora.

Ia menegaskan, gereja yang bertumbuh dalam anugerah Allah adalah gereja yang mampu mentransformasi penderitaan menjadi empati, hadir di tengah dunia, dan menjadi terang bagi sesama. Gereja tidak hanya membawa Injil, tetapi menjadi Injil yang hidup. Gereja yang bertumbuh dalam bandul berat zaman ini harus mampu mengubah penderitaan menjadi empati bagi yang menderita.

Manuputty mengingatkan agar GPM tidak hanya menatap masa lalu, tetapi memperbarui panggilan dan relevansi pelayanannya di tengah dunia yang terus berubah.

“GPM menuju usia 100 tahun bukan untuk berhenti dan merayakan nostalgia, tetapi untuk melangkah lebih jauh. Persidangan Sinode ke-39 ini menjadi momentum untuk menerjemahkan anugerah Allah ke dalam keputusan-keputusan strategis yang menentukan arah pelayanan GPM ke depan,” tandasnya.

Ia juga menyoroti tantangan yang kini dihadapi gereja mulai dari krisis spiritual, sosial, ekologis, hingga teologis. “Allah yang memulai perjalanan ini, Allah juga yang akan menyempurnakannya,” tandasnya.

Pembukaan sidang Sinode ke-39 GPM dilakukan oleh Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia, Jeane Marie Tulung, Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, Pdt. Jacklevyn F. Manuputty, dan Ketua MPH Sinode GPM, Pdt. Elifax T. Maspaitella dengan meletakan tangan di atas batu. (ZI-21)

Tinggalkan Balasan