
Ada Premanisme terhadap Pedagang di Depan Hotel Wijaya II, Kapolda Diminta Sikapi
ZonaInfo.id, Ambon – Anggota Pansus Pasar Mardika DPRD Provinsi Maluku, Samson Atapary meminta Kapolda Maluku menyikapi aksi premanisme terhadap pedagang yang berjualan di depan Hotel Wijaya II Mardika.
Aksi tersebut dilakukan oknum-oknum dari PT Bumi Perkasa Timur.
“Perbuatan yang dilakukan oleh oknum tersebut itu sudah dikatakan perbuatan anarkis dengan alasan apapun tidak boleh seperti itu,” tandas Atapary kepada wartawan, Selasa (13/6/2023) di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon.
Ia menyesalkan sikap yang ditunjukkan oleh aparat kepolisian saat pedagang sudah menyampaikan laporan di Pos Kota namun diabaikan.
“Pengakuan dari kedua pedagang bahwa sudah lapor di Pos Kota tetapi tidak ditindaklanjuti. Hal ini menjadi preseden buruk terhadap citra kepolisian di mata publik” ujar Atapary.
Apalagi lanjutnya mereka punya bukti. Ada rekaman premanisme yang dilakukan secara terang-terangan oleh oknum-oknum dari PT Bumi Perkasa Timur.
Menurut Atapary, persoalan tersebut berimbas dari pemerintah daerah melakukan kerja sama dengan PT Bumi Perkasa Timur yang tidak sesuai dengan prosedur.
“Kalau kita Melihat di Permendagri Nomor 22 tahun 2020 tentang kerja sama pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya atau pemerintah daerah dengan pihak ketiga mestinya ada mekanisme dan prosedur yang harus dilakukan,” jelasnya.
Atapary mengatakan kebijakan Gubernur Maluku, Murad Ismail melakukan kerja sama dengan PT Perkasa Timur untuk mengelola kurang lebih 6 hektar areal Pasar Mardika menyimpang dari Permendagri Nomor 22 tahun 2020.
“Salah satu yang tidak ditaati oleh Gubernur Maluku misalnya studi kelayakan, kenapa sampai harus PT Bumi Perkasa Timur padahal sebenarnya harus dilelang,” tandasnya.
Lebih parahnya lagi, kata Atapary, Akta Notaris kerja sama antara pemerintah daerah yang ditandatangani Gubernur Maluku dengan PT Bumi Perkasa Timur tidak ada dokumen persetujuan DPRD.
“Jadi ini dilakukan secara diam-diam antara pemerintah daerah dengan PT Bumi Perkasa Timur untuk mengelola area Pasar Mardika padahal yang sebelumnya pasar itu dikelola oleh Pemkot Ambon,” ungkapnya.
Menurut Atapary, mestinya Pasar Mardika dikelola oleh pemerintah daerah apakah dalam bentuk UPTD atau dalam bentuk kerja sama Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kota supaya tertib.
“Penagihan-penagihan resmi ada karcisnya karena pengakuan dari pedagang mereka sudah berjualan 15 tahun,” ujarnya.
Lanjut Atapary, karcis yang mereka dapat tidak sampai dengan 5 ribu rupiah dan itu penagihan resmi. Namun selang 1 tahun terakhir setelah kerja sama dengan PT Bumi Perkasa Timur malah sampai 25 ribu rupiah per lapak, padahal pendapatan mereka per hari hanya 50 sampai 75 ribu rupiah.
“Ini yang membuktikan kenapa di Maluku masih miskin, artinya tata kelola kota yang tidak tetap seperti sentral ekonomi,” ujarnya.
Atapary menegaskan Pansus akan membahas masalah ini dan meminta kerja sama Pemprov Maluku dan PT Bumi Perkasa Timur diputus karena cacat hukum.
“Kita meminta untuk kerja sama Pemerintah Provinsi dan PT Bumi Perkasa diputuskan karena ini cacat hukum. Kenapa Pemda tidak mengelola sendiri namun diserahkan ke pihak ketiga,” tandasnya.
Pedagang Resah
Sejumlah pedagang yang berjualan di depan Hotel Wijaya II Mardika resah dengan adanya pungli yang dilakukan oknum-oknum PT Bumi Perkasa Timur.
Para pedagang diwajibkan membayar per hari 25 ribu rupiah dari yang sebelumnya 10 ribu rupiah.
Ada pedagang yang setuju. Namun ada yang tidak mau hingga nekat beradu mulut dengan oknum-oknum tersebut .
Nursiah, salah satu pedagang buah mengatakan sudah beberapa hari para pedagang diminta untuk membayar sehari 25 ribu rupiah.
Ia mengaku mendapatkan pengancaman jika tidak membayar sesuai apa yang diminta.
“Mereka bilang kalau tidak mau bayar 25 ribu tidak usah berjualan di lokasi ini,” ungkap Nursiah kepada wartawan, Senin (12/6/2023).
Lantaran tidak menuruti kemauan oknum-oknum PT Bumi Perkasa Timur, meja jualannya dipindahkan secara paksa.
Aksi premanisme itu juga telah viral di media sosial.
Nursiah berharap DPRD Provinsi Maluku sebagai representasi rakyat bisa mengambil langkah melihat masalah ini.
“Kalau untuk 10 ribu beta bisa, tapi kalau 25 ribu yang jelas beta seng sanggup,” ujarnya. (ZI-10)