Lintas Parlemen

Nasdem Tuntut Pemkab Buru Minta Maaf Kepada Rakyat

ZonaInfo.id, Namlea – Anggota DPRD Kabupaten Buru, Robi Nurlatu dari Partai Nasdem meminta Penjabat Bupati dan pihak eksekutif agar meminta maaf kepada masyarakat atas keterlambatan Penyampailan dokumen KUA-PPAS ke DPRD Buru, sehingga telat dibahas.

Hal itu disampaikan Robi Nurlatu saat diberikan kesempatan berbicara oleh pimpinan rapat paripurna, Muh Rum Soplestuny, Rabu (23/11/2022).

Robi yang  juga Ketua Fraksi Bupolo, menuntut penjabat menyampaikan penjelasan dan alasan yang konkrit terkait keterlambatan penyampaian dokumen KUA-PPAS TA 2023  ke DPRD.

Ia juga menuntut penjabat Bupati menyampaikan informasi soal APBDP Tahun 2022 yang ditolak pemerintah provinsi. “Masalahnya sampai sejauh mana,” tanya Robi.

“Bila perlu, kalau kita mau jujur, mestinya pemerintah daerah harus meminta maaf kepada rakyat,” tuntut Robi Nurlatu.

Kata dia, Penjabat Bupati Djalaludin Salampessy dan eksekutif tidak perlu meminta maaf kepada anggota DPRD. Tapi minta maafnya, harus kepada rakyat .

“Kita membahas dokumen APBD ini, orientasinya terhadap siapa? Orientasinya untuk masyarakat dan bukan hanya untuk kita yang duduk di sini,” sambung Robi.

Akibat dari keterlambatan itu, lanjut Robi, banyak program bagi masyarakat yang juga akan dikorbankan.

Wartawan media ini lebih jauh melaporkan, sebelum rapat paripurna ditutup, Jhon Lehalima asal Partai Nasdem, angkat tangan seraya menginterupsi.

Interupsi itu ia layangkan usai penjabat berpidato dan dilanjutkan dengan penyerahan dokumen KUA-ppas yang diterima Ketua DPRD, Muh Rum Soplestuny dan disaksikan wakil Ketua Dali Fahrul Syarifudin dan Djalil Mukaddar.

John Lehalima ingin pastikan dokumen yang diserahkan penjabat Bupati kepada pimpinan dewan adalah dokumen KUA-PPAS, sebab  seluruh anggota dewan belum menerima dokumen tersebut.

John juga memasalahkan keterlambatan pengajuan dokumen KUA-PPAS dan DPRD punya waktu normatif bekerja hanya enam hari untuk membahasnya.

Ia sempat ragu apakah efisiensi waktu enam hari ini dapat dicapai dan baginya itu sesuatu yang buruk.

DPRD dituntut efisiensi waktu, diingatkan agar bekerja hati-hati, tapi dokumen diberikan di saat injury time, dan terkesan dipaksakan membahas dokumen itu hanya enam hari.

“Apa bisa kita capai? Bagi kami ini mustahil. Bagi kami fraksi Bupolo tidak efisien. Kita selalu dipantau oleh lembaga penegak hukum, sehingga dokumen yang dibahas itu harus betul-betul menyentuh kepentingan rakyat,” ucap Jhon Lehalima.

John turut mengingatkan agar isi dokumen itu bisa menyerap semua aspirasi dan mampu menjawab seluruh kebutuhan masyarakat.

Menjawab protes John, pimpinan rapat, Rum Soplestuny juga akui, pengajuan dokumen itu sangat terlambat.

Ia turut menginformasikan, kondisi itu bukan hanya terjadi di Kabupaten Buru. Pemerintah propinsi saja baru mulai bahas KUA-PPAS dan dari kabupaten/kota  di Maluku, baru Kabupaten Buru yang telah memulai pembahasan.

Kata Rum, ada pro kontra terhadap berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat dan Kemendagri, sehingga pemerintah propinsi dan kabupaten/kota kurang longga .

Di satu sisi tetap dituntut untuk merampungkan pembahasan di tanggal 30 November dengan ancaman sanksi yang tidak main-main.

Dengan tenggat waktu yang hanya tersisa enam hari, kata Rum, ibarat dimakan bapak mati dan tidak makan mama yang mati.

Rum mengingatkan konsekuensi yang akan dipikul bila lewati waktu  pembahasan. Sanksinya terlalu berat, sehingga tidak akan terakomodir semua kepentingan aspirasi masyarakat lewat DPRD di tahun 2023 nanti.

Sementara itu, Fandi Umasugi dari Fraksi Partai Golkar, minta penjabat agar menghadirkan pimpinan OPD yang terkait dengan mitra  dalam rapat komisi dan fukos dalam rapat tersebut.

Rekannya dari Fraksi Partai Golkar, Iksan Tinggapy juga setuju agenda yang telah ditawarkan pimpinan dewan.

“Tapi dalam pembahasannya akan kita akan saling tatap menatap muka saja tanpa ada dokumen?,” soalkan Iksan.

Pria yang akrab dipanggil Nugie ini lebih jauh mengatakan,  dokumen itu penting karena ini bukan membahas yang hal gaib.

Dikatakan lagi, waktu yang ditawarkan oleh pimpinan sampai tanggal 30 November sudahlah cukup.

Tapi bila nanti eksekutif tidak memenuhi target waktu, maka harus ada yang bertanggung jawab. Mestinya ada pernyataan tertulis dari eksekutif untuk itu.

Nugie juga menyoroti keterlambatan pembahasan APBDP tahun 2022 yang hasil outputnya telah ditolak pemerintah provinsi. Namun tidak pernah disinggung oleh penjabat bupati dalam pidatonya.

“Kasih pidato penjabat Bupati juga kepada seluruh anggota DPRD. Kita bukan hanya datang untuk mendengar.Isi pidatonya perlu kita kaji bersama-sama,” tegas Nugie.

Sedangkan Bambang ikut menyentil kejadian pembahasan yang lalu, karena legislatif hanya disodori dokumen dalam bentuk soft copy, sehingga menyulitkan anggota DPRD.

Stefanus Waemese dari PDIP ikut menguatkan, agar tidak terjadi di pembahasan kali ini, sehingga dokumen harus diberikan dalam bentuk buku. (ZI-18)