
LIRA Minta Polda Maluku Tutup Paksa Aktivitas Rendaman PT SSS di Gunung Botak
ZonaInfo.id, Namlea – LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) meminta Polda Maluku menutup paksa aktivitas pengolahan emas sistem rendaman PT Sinergi Sahabat Setia (PT SSS) di kawasan tambang ilegal Gunung Botak Jalur H, Desa Wamsaid, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru.
Desakan menutup paksa aktivitas PT SSS itu disampaikan Presiden LIRA Maluku, Jan Sariwating Minggu (6/11/2022), setelah mendapat informasi valid, kalau kini telah ada lagi aktivitas pengolahan emas sistem rendaman berskala jumbo di lokasi yang pernah ditempati perusahaan tersebut dalam sebulan terakhir ini.
Seorang berinisial M disebut-sebut yang bertanggung jawab mengelola aktivitas rendaman itu. Selain M ada juga inisial LL dan kakaknya ML.
Di sana telah dibangun 20 bak rendaman berskala jumbo dan tujuh buah domping. Tiga domping sudah beroperasi memasok pasir emas ke bak-bak rendaman.
Bukan hanya menutup paksa, namun Jan Sariwating juga meminta agar para aktor yang bertanggungjawab membuka rendaman jumbo dan donaturnya ditangkap serta diproses hukum.
Dari jejak digital terungkap, kalau PT SSS bersama PT CCP dan PT PIP pernah masuk di kawasan Gunung Botak dengan izin penataan lingkungan, yaitu mengeruk sedimen limbah tambang di sungai Anahoni.
Namun izin itu dilecengkan, karena sesudah itu PT SSS aktif mengelola emas dengan sistem rendaman menggunakan Asam Cianida (CN).
Akibat limbah pengolahan dibuang senbanganan, di bulan Juni tahun 2018 lalu, terjadi kasus sapi mati di dekat perusahaan, diduga akibat meminum air yang telah bercampur lomba racun cianida.
Awal tahun 2019, perusahaan ini ditutup paksa oleh Reskrimsus Mabes Polri akibat dugaan penyalahgunaan izin dan dugaan pencemaran lingkungan.
“Kasusnya sudah tidak terdengar tindak lanjutnya seperti apa di Mabes Polri, tapi kini telah ada aktivitas di areal eks PT SSS,” ujar Jan Sariwating.
Selain menyoroti aktivitas di PT SSS, polisi juga diminta serius bongkar rendaman di puncak Gunung Botak, karena menjadi biang keladi pencemaran yang mengakibatkan air berubah berwarna biru.
Dari bukti video yang beredar, dan diambil saat penutupan Gunung Botak beberapa hari lalu, terlihat jelas air berwarna biru di salah satu paritan milik penambang berinitial Ny. DS di puncak Gunung Botak.
DS dikhabarkan mengelola domping di Gunung Botak dan material pasir emas dipasok kepada sejumlah bak-bak rendaman di sekitarnya.
Bak-bak rendaman ini yang menggunakan B3, termasuk CN dan Kotis untuk mengelola emas hanya dalam tempo empat hari satu kali toyong.
Limba dari bak-bak rendaman ini yang dibuang sembarangan dan mengalir dari puncak Gunung Botak mengikuti aliran air masuk ke sungai Anahoni di Kecamatan Teluk Kayeli, serta bermuara di pantai Teluk Kayeli.
“Ini mangalir lewat atas talang sambungan dari Desi pung (punya) paritan. Bocoran dari bak rendaman,” ungkap satu sumber terpercaya.
Menanggapi dugaan pencemaran lingkungan akibat B3 di kawasan Gunung Botak, Jan Sariwating lebih jauh menegaskan, kalau dari awal ia telah mengatakan penertiban oleh polisi di Gunung Botak terkesan mubasir, karena aktor intelektual dan para donatur, terutama pemasok B3 ke Kabupaten Buru tidak pernah ditangkap oleh polisi.
“Seperti Haji Markus dan kawan-kawan. Tidak pernah ditingkap oleh polisi, donatur-donatur besar itu. Akhirnya berulang kembali. Apakah polisi sudah tahu ada donatur lalu dong tidak melakukan pengamanan dan penangkapan? Katong juga seng tahu,” tandas Jan Sariwating.
Sariwating heran, penertiban sudah yang kesekian puluh kali, tapi aktivitas di Gunung Botak berulang kembali.
Jan mengingatkan, kalau Presiden Jokowi sudah berikan instruksi untuk tutup Gunung Botak dan di era Kapolda Maluku Irjen Royke Lumowa sangat efektif.
“Kenapa sekarang tidak dilakukan seperti itu. Kalau berulang kembali aktivitas tambang ilegal di Gunung Botak dan Gogorea, berarti Polda Maluku dan Polres Buru membangkang terhadap keputusan presiden,” ujar Jan Sariwating.
“Perintah presiden sudah diamini oleh Irjen Royke Lumowa. Gunung Botak dan Gogorea berhasil dikosongkan. Tapi ketika Royke Lumowa dipindahkan aktifvtas tambang ilegal itu berulang kembali,” ujarnya lagi.
Pemda juga diminta harus serius melihat masalah pencemaran akibat aktivitas tambang ilegal di sana, karena TKP ada di Buru.
“Polisi terbatas dengan anggaran, sehingga mestinya Pemda masuk di situ dan berkoordinasi dengan polres setempat bagaimana menyediakan anggaran untuk pengamanan supaya tidak ada lagi aksi penambangan liar,” saran Sariwating.
Polisi juga diminta polisi menyelidiki IH, karena namanya kini populer di kalangan penambang tertentu sebagai pemasok dana untuk aktivitas tambang ilegal di Gunung Botak.
Dari IH akan terungkap para aktor dan donatur besar yang bermain di Gunung Botak, sebab oknum itu selama ini dikenal oleh warga di Namlea sebagai masyarakat biasa, tapi bisa mengikat kerjasama dengan penambang bernilai ratusan juta rupiah per orang.
Dengan kerja sama itu, penambang wajib memberikan hasil emas kepada kelompok IH sesuai kesepakatan.
Dalam satu bukti rekaman suara berdurasi 1 menit 42 detik yang dikirim IH kepada seorang wartawan media online di Buru, IH juga berani tepuk dada dan mengakui kalau pihaknya sebagai pemasok B3 termasukil CN yang dipakai untuk aktivitas bak rendaman dan tong di kawasan Gunung Botak.
“Beta mau bilang par (untuk) se (kamu) lai. Kamong singgung-singgung di obat (CN), Beta terus terang Beta jual obat,” sesumbar IH dalam rekaman itu.
IH juga berkicau kalau di tambang ilegal Gunung Botak tidak ada bos-bos yang selama ini ramai diberitakan.
“Juma, Sirna , sapa-sapa, semua ambil kontrak dari beta. Beta yang kasih bajalan kontrak. Seng ada bos, Beta yang bos di sini. Wajar kalau Beta ator-ator,” ujar IH. (ZI-18)